Pemanasan global merupakan salah satu ancaman bagi kehidupan manusiayang sudah menjadi perhatian publik sejak lama. Pasalnya, kondisi Bumi akibat perubahan iklim ini juga bisa membahayakan sistem pasokan pangan global dalam jangka waktu yang panjang.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekeringan, gelombang panas, kebakaran hutan, dan banjir mampu membuat ketersediaan bahan baku makanan pokok, seperti gandum dan beras terancam.
Namun selain dampak nyata akibat rantai makanan global, seperti kelaparan, kekurangan pangan, dan kenaikan harga yang drastis, pemanasan global juga bisa jadi pemicu punahnya makanan-makanan tradisional dari berbagai negara.
Mengutip dari Euronews, ada beberapa makanan tradisional khas negara-negara Eropa yang terancam punah akibat pemanasan global. Apa saja? Berikut daftarnya.
1. Keju Gouda (Belanda)
Sebuah laporan khusus dari The New York Times mengungkapkan bahwa para ahli memperkirakan keju Gouda khas Belanda yang ikonik terancam punah dalam 100 tahun ke depan. Menurut para ahli, kepunahan keju Gouda disebabkan oleh banjir yang diakibatkan oleh permukaan laut yang rendah dan perubahan iklim.
“Saya tidak akan berharap bahwa dalam 100 tahun ke depan jumlah keju dari Gouda masih banyak,” kata profesor di Erasmus University Rotterdam, Jan Rotmans, dikutip Rabu (13/11/2024).
2. Kerang dalam Menu Masakan Yunani
Pada 2024 ini, petani makanan laut di Yunani melaporkan bahwa jumlah tangkapan kerang menurun hingga 90 persen setelah rentetan fenomena gelombang panas di daerah penghasil kerang utama, Teluk Thermaic.
Gelombang panas pada Juli lalu menyebabkan suhu laut mencapai di atas 30 derajat Celsius selama berhari-hari sehingga membunuh kerang. Pada 2025 mendatang, panen kerang tidak akan dilaksanakan karena beberapa petani memusnahkan 100 persen benih untuk tahun depan. Akibatnya, kerang Yunani “Saganaki” pun terancam hilang dari menu hidangan.
Sebagai informasi, hidangan kerang Yunani “Saganaki” sering dibuat dengan keju Feta yang menurut beberapa ahli akan habis pada 2050.
3. Truffle Putih Italia
Truffle putih Italia yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan takbenda kemanusiaan pada 2021 lalu juga terancam punah akibat perubahan iklim.
Dilaporkan, habitat alami jamur truffle putih ini melemah akibat pemanasan global, kekeringan, penebangan hutan, dan perubahan suhu yang mendadak. Musim panen truffle putih biasanya berlangsung dari Oktober hingga akhir Januari, tetapi perubahan pola cuaca memperpendek masa panen tersebut.
Presiden asosiasi pemburu truffle Piedmont, Mario Aprile menyebutkan bahwa deforestasi juga merupakan salah satu faktor risiko punahnya jamur truffle putih. Ia menyebut, jamur truffle putih tidak dapat dibudidayakan, tidak seperti truffle hitam sehingga bisa terancam punah.
4. Kentang Goreng
Pada 2023 lalu, ratusan ribu ton kentang gagal dipasarkan di Eropa yang merupakan kawasan dengan tingkat konsumsi kentang per kapita terbanyak di dunia, yakni sekitar 90 kg per tahun. Para ahli memperingatkan bahwa pada 2050, produksi kentang di seluruh dunia bisa turun hingga sembilan persen.
Menurut laporan Bloomberg, Belgia yang merupakan salah satu penemu kentang goreng dengan cara penyajian di dalam corong kertas dengan tambahan mayones menjadi negara yang sangat terdampak akibat perubahan iklim. Dilaporkan, curah hujan ekstrem pada 2024 membuat ladang kentang Belgia banjir dan kehilangan 50 persen hasil panen.
5. Minyak Zaitun
Spanyol merupakan negara dengan jumlah produksi minyak zaitun tertinggi di dunia. Namun, perubahan iklim dapat mengubah status tersebut dan memengaruhi hidangan khas Spanyol yang terkenal, seperti ‘allioli’ khas Valencia dan ‘gambas al ajillo’ alias udang dalam bawang putih dan minyak zaitun khas Andalusia.
Selama beberapa tahun terakhir, rata-rata suhu musim semi telah melampaui norma hingga empat derajat Celsius. Kondisi ini semakin diperparah oleh curah hujan yang kian rendah pada 2022 dan 2023. Dilaporkan, kekeringan parah menyebabkan penurunan produksi minyak zaitun Spanyol hingga 50 persen pada 2023 lalu.