
Bank terbesar di Amerika Serikat, JPMorgan Chase, telah mulai memberitahukan kepada sejumlah karyawannya mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi manajemen rutin bank dan bukan semata-mata karena kondisi keuangan, menurut sumber yang mengetahui kebijakan tersebut.
Menurut laporan Barron’s, yang dikutip Reuters, Kamis (13/2/2025), kurang dari 1.000 karyawan akan terkena PHK pada Februari ini, dan JPMorgan masih memiliki 14.000 posisi terbuka di berbagai bidang.
“Kami terus merekrut di banyak area dan bekerja keras untuk menempatkan kembali karyawan yang terdampak,” kata juru bicara JPMorgan.
Keputusan ini diambil meskipun bank mencatat keuntungan tahunan tertinggi sepanjang sejarahnya pada tahun 2024, didorong oleh rebound aktivitas investasi dan ekonomi AS yang kuat.
JPMorgan, yang memiliki 317.233 karyawan pada akhir 2024, berencana melakukan lebih banyak pemangkasan tenaga kerja di sepanjang tahun ini. Seorang sumber yang mengetahui informasi tersebut menyebutkan bahwa ini adalah bagian dari penyesuaian rutin dalam operasional perusahaan, bukan karena kesulitan keuangan atau perubahan drastis dalam strategi bisnis.
Bank ini telah mengalami lonjakan profit berkat meningkatnya aktivitas merger dan akuisisi serta optimisme di sektor keuangan. Namun, beberapa perusahaan masih mengambil pendekatan hati-hati dalam berinvestasi di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi dan regulasi yang diumumkan oleh pemerintahan Trump.
Meski demikian, JPMorgan tetap yakin bahwa aktivitas pasar akan menguat di 2024, dengan pendapatan dari investasi perbankan meningkat di kisaran belasan persen pada kuartal pertama, menurut Chief Operating Officer Jennifer Piepszak.
Secara umum, sektor perbankan AS menunjukkan performa yang lebih baik dalam beberapa bulan terakhir. Keuntungan besar di Wall Street didorong oleh meningkatnya berbagai kesepakatan baru dan penggalangan dana, yang sebelumnya lesu akibat kebijakan moneter yang ketat.
Para eksekutif industri tetap optimistis, meskipun pemerintahan Trump telah mengumumkan berbagai kebijakan ekonomi dan regulasi baru yang menambah ketidakpastian di pasar.