
Startup agrikultur e-Fishery tersandung kasus dugaan pemalsuan laporan keuangan. Hasil audit menunjukkan manajemen memiliki dua laporan keuangan yang berbeda sejak 2018, yakni untuk kebutuhan internal dan eksternal.
Pada laporan keuangan internal, e-Fishery mengumpulkan pendapatan senilai Rp2,6 triliun selama periode 9 bulan, yakni Januari-September 2024. Sementara itu, laporan keuangan eksternal menunjukkan e-Fishery meraup pendapatan 4,8 kali lebih besar senilai Rp12,3 triliun.
Pertumbuhan pendapatan e-Fishery melonjak tajam dari tahun-ke-tahun, berdasarkan laporan keuangan eksternal. Pada 2021 senilai Rp1,6 triliun, lalu 2022 menjadi Rp5,8triliun, dan 2023 menjadi Rp10,8 triliun, menurut dokumen yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (23/1/2024).
Angka itu berbeda dalam laporan keuangan internal yang menunjukkan pendapatan e-Fishery sebesar Rp1 triliun pada 2021, lalu Rp4,3 triliun pada 2022, dan Rp6 triliun pada 2023.
Laporan internal dan eksternal juga timpang untuk pencatatan profit sebelum pajak. Berdasarkan laporan eksternal, e-Fishery membukukan profit sebelum pajak senilai Rp261 miliar selama periode Januari-September 2024.
Padahal, versi laporan internal menunjukkan e-Fishery justru menderita kerugian Rp578 miliar dalam periode yang sama.
Sejak 2021 hingga 9 bulan di 2024, laporan eksternal e-Fishery memperlihatkan pertumbuhan profit sebelum pajak yang positif dan stabil. Berbanding terbalik dengan laporan internal yang menunjukkan perusahaan terus merugi sejak 2021.
Kerugian paling parah pada 2022 sebesar Rp784 miliar. Kemudian pada 2023 sebesar Rp759 miliar.
Manipulasi yang dilakukan e-Fishery tak cuma dari laporan keuangan, tetapi juga klaim mantan CEO Gibran Huzaifah yang mengaku ke investor bahwa perusahaan memiliki lebih dari 400.000 fasilitas pakan. Padahal, kenyataan di lapangan hanya sekitar 24.000.
Gibran diduga sengaja memerintahkan penggelembungan biaya modal perusahaan untuk pembelian pakan. Hal ini untuk menjustifikasi kondisi keuangan perusahaan yang terus melemah di depan investor, menurut hasil audit.
Upaya manipulasi Gibran dan timnya sejak 2018 dilakukan demi memperoleh pendanaan Seri A. Taktik manipulasinya makin canggih pada 2022, yakni membentuk 5 perusahaan nominee yang dijadikan alat perputaran uang untuk menggenjot pendapatan dan pengeluaran perusahaan. Kelima entitas ini dikendalikan oleh Gibran.
Pada 2023, ketimpangan antara laporan keuangan internal dan eksternal makin jauh, sehingga Gibran dan timnya melancarkan upaya manipulasi lebih lanjut untuk mempertahankan citra kesuksesan e-Fishery. Di antaranya memalsukan dokumen-dokumen pendukung seperti invoice, kontrak, serta pembukuan bodong.
Praktik manipulasi ini berhasil mengantarkan e-Fishery meraup pendanaan Seri D senilai US$200 juta atau setara Rp3,2 triliun pada Juli 2023. Pendanaan itu membuat valuasi e-Fishery tembus US$1,35 miliar atau Rp21,9 triliun, serta memantapkan posisinya sebagai startup unicorn ke-13 di Indonesia.