Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyebut penjualan ritel bisa meningkat, dengan cara bertransformasi ke e-commerce atau kegiatan jual beli yang dilakukan menggunakan sarana media elektronik.
Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional BAPPENAS Laksmi Kusumawati mengatakan, penjualan ritel berpotensi meningkat hingga US$ 1,4 triliun atau setara Rp21,94 quadriliun (kurs Rp15.675 per US$) atau hampir menyentuh Rp22 quadriliun.
Angka ini merupakan estimasi penjualan ritel yang diprediksi meningkat pada periode tahun 2022 sampai 2027. Angka ini bakal tercapai jika pelaku industri ritel melakukan digitalisasi dengan cara masuk ke e-commerce. Data proyeksi ini didapatnya dari Global Riset Development Index 2023.
“Ke depan, penggunaan digitalisasi akan mengalami peningkatan. E-commerce akan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat 24% dari penjualan ritel. Juga ada peningkatan penjualan karena adanya e-commerce ritel US$ 1,4 triliun,” kata Laksmi dalam Gambir Trade Talk ‘Transformasi Ritel Modern di Era Digitalisasi: Peluang dan tantangan’ di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
“Lebih dari 64% potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang. Di India dan China, 60-70% penjualan dipengaruhi oleh penjualan digital. Pada tahun 2021, hampir separuh konsumen China telah membeli produk melalui live streaming,” sebutnya.
Negara-negara Asia Pasifik diperkirakan bakal memimpin perdagangan digital dengan perkiraan pertumbuhan pesat di China, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan India.
“Ecommerce diproyeksikan mampu menyumbang sekitar 24% dari penjualan ritel pada tahun 2027. Naik dari sekitar 21% pada tahun 2023,” papar Laksmi.
Laksmi membeberkan sejumlah keuntungan yang bisa diperoleh ritel modern jika melakukan transformasi digital. Diantaranya meningkatkan efisiensi operasional, membantu memenuhi stok barang, memantau stok barang secara real time.
“(Selain itu) juga bisa memesan ulang barang sebelum barang habis, mengurangi risiko kekurangan stok, hingga meningkatkan efisiensi inventaris. Dengan teknologi, pengalaman bagi pelanggan menjadi lebih baik dan bisa memberikan rekomendasi produk yang relevan, optimalisasi supply chain keamanan dan pencegahan kerugian,” jelasnya.
Meski demikian, ia juga menyebut ada sejumlah tantangan yang juga bakal dihadapi peritel dengan adanya digitalisasi ini. Yakni adanya persaingan harga di industri ritel, loyalitas konsumen terhadap toko, dan keamanan data.
“Bagaimana keamanan data pelanggan adalah suatu kunci yang bisa mendorong adanya kepercayaan pelanggan kepada perusahaan. Dan bagaimana adaptasi teknologi diperlukan mengharuskan peritel untuk bisa terus berinvestasi di dalam pembaharuan (dan/atau) pelatihan yang terkait dengan teknologi-teknologi baru, agar tidak kalah bersaing dengan ritel lain,” pungkasnya.