Sudah Terang-terangan, Kim Jong Un Genjot Produksi Rudal untuk Rusia

Citra satelit menunjukkan dugaan pembangunan perumahan pekerja baru (tengah foto) di

Korea Utara (Korut) dilaporkan tengah memperluas kompleks produksi senjata utama yang merakit rudal balistik jarak pendek KN-23 yang digunakan Rusia untuk melawan Ukraina. Hal ini terjadi saat negara pimpinan Kim Jong Un itu terus memperluas kehadirannya di perang tersebut.

Dalam laporan Reuters, Senin (25/11/2024), fasilitas tersebut diketahui berada di Kompleks Mesin Ryongsong di Hamhung, kota terbesar kedua Korut. Pabrik itu dikenal sebagai pabrik 11 Februari.

Gedung perakitan baru tersebut berukuran sekitar 60 hingga 70% dari gedung sebelumnya tempat rudal-rudal tersebut dirakit. Para peneliti juga menyarankan bahwa pintu masuk ke beberapa fasilitas bawah tanah kompleks tersebut telah diperbaiki.

“Pabrik tersebut merupakan satu-satunya produsen rudal KN-23 yang diketahui,” kata peneliti di Pusat Studi Nonproliferasi (CNS), Sam Lair.

Hal ini juga terbukti dalam citra satelit pada Oktober lalu. Nampak sebuah gedung perakitan tambahan sedang dibangun, serta fasilitas perumahan baru yang mungkin ditujukan untuk para pekerja

“Video yang dirilis sebelumnya oleh media yang dikendalikan pemerintah Korut menunjukkan bahwa kompleks tersebut memproduksi segala sesuatu mulai dari roda tank hingga casing motor,” tambah Lair.

Moskow meluncurkan sekitar 60 rudal KN-23 Korut pada tahun 2024. Ini mencakup hampir sepertiga dari 194 serangan rudal balistik yang dilacak oleh Angkatan Udara Ukraina.

Pada bulan Agustus dan September, terjadi lonjakan serangan dengan rudal ini. Pejabat Ukraina bahkan secara terbuka mengidentifikasi KN-23 sebagai ancaman yang signifikan.

Moskow dan Pyongyang menandatangani perjanjian kemitraan strategis pada bulan Juni, yang berjanji untuk saling memberikan dukungan militer jika salah satu negara diserang. Parlemen Rusia meratifikasi perjanjian pertahanan tersebut pada bulan Oktober.

Selain rudal, Korut juga dilaporkan telah mengirimkan sekitar 10.000 tentara ke Rusia, banyak di antaranya ditempatkan di Oblast Kursk, di mana tempat itu masih menampung wilayah yang berhasil diambil alih Ukraina.

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Kurt Campbell, mengklaim bahwa kehadiran Pyongyang dalam perang Ukraina membuat China, yang merupakan negara besar antara Korut dan Rusia, khawatir. Menurutnya, langkah Korut ini akan membuat tidak sesuai dengan kepentingan nasional Beijing.

“Dalam beberapa diskusi yang telah kami lakukan, tampaknya kami memberitahu mereka tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui terkait dengan kegiatan Korut, dan mereka khawatir bahwa dorongan Rusia dapat menyebabkan Korut mempertimbangkan tindakan atau aksi militer yang mungkin tidak sesuai dengan kepentingan China,” ungkapnya dikutip The Guardian.

“China tidak secara langsung mengkritik Rusia, tetapi kami yakin bahwa meningkatnya koordinasi antara Pyongyang dan Moskow membuat mereka gelisah.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*