
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) saat acara media gathering di Jakarta, Rabu (4/12/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Wakil Menteri Hukum Edward OmarSharif Hiariej mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Narkotika, yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 mengutamakan aspek rehabilitasi, namun tidak meninggalkan aspek penegakan hukum.
Menurut ia, penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika akan tetap diberikan untuk memberi efek jera.
“Bahwa apakah dua-duanya akan diterapkan, yakni penegakan hukum dan rehabilitasi dalam RUU Narkotika, ini tergantung dari Tim Asesmen Terpadu (TAT) Narkotika dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai focal point-nya,” kata Eddy, sapaan akrab Wamenkum, saat media gathering di Jakarta, Rabu.
Kendati demikian, Eddy mengingatkan bahwa rehabilitasi sebenarnya merupakan bagian dari sanksi pidana apabila berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam undang-undang tersebut, ia menjelaskan apabila seorang terpidana kasus narkotika dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan rehabilitasi 12 bulan, maka terpidana itu hanya akan dipenjara selama satu tahun dan setahun sisanya akan menjalani rehabilitasi.
“Jadi, sebenarnya dalam Undang-Undang 35/2009, rehabilitasi itu bagian dari putusan pengadilan,” jelasnya.
Maka dari itu, sambung Eddy, kebijakan tersebut yang akan dievaluasi TAT, terkhusus untuk para pengguna narkotika yang baru coba-coba memakai barang haram tersebut lantaran tidak bisa disamakan dengan pengguna yang sudah memakai narkotika berulang kali.
Dalam RUU Narkotika, diatur bahwa pengguna narkotika tidak akan dikenakan pidana, melainkan direhabilitasi, tetapi dengan beberapa persyaratan https://scrittorincorso.net